bear


Sabtu, 20 Desember 2014

karaktterisrik media

jenis- jenis media cetak dapat berupa : Majalah, koran, tabloid, dan yang lainnya.

Karakteristik sebuah media cetak:

- Terbitnya harian, mingguan, bulanan
- Kedalaman liputan bersifat informatif dengan narasi
- Bersifat massal, dibaca oleh masyarakat dan tidak mewakili kelas tertentu
- Fleksibel, dapat dibaca dimana saja, dan kapan saja
- efek iklan lebih bisa dibuat

Kategori Media Cetak:

- Koran nasional/ koran daerah
- Tabloid, terbit mingguan dengan peminatan baca tertentu
- Majalah, terbit bulanan, bentuk lebih eksklusif
- Jurnal pertanyaan- diklangan pribadi
- Jurnal teknikn dan profesional

Kelebihan Media Cetak:

  1. Kemampuan untuk menuju khalayak spesifik adalah ciri yang paling membedakan periklanan majalah dari media lain
  2. Majalah dicatat atas usia panjangnya dan keterlibatan pembaca yang tinggi.
  3. Iklan majalah meiliki kualitas cetak dan warna yang baik
  4. Majalah menawarkan format-format luwes yang menungkinkan ukuran-ukuran iklan berbeda. Demiakan pula dengan sisipan dan sampel aroma
  5. Terkadang, alih-alih membeli halaman periklanan standar, satu pengiklan menggunakan sisipan majalah
Kekurangan Media Cetak:

a. hidupnya singkat (biasa 1 bulan)
b. Cetakan banyak rusak dan kesalahannya banyak
c. media cenderung pasif dan statis
d. membutuhkan minat baca dari konsumen

Adapun kelebihan dan kekurangan koran dari salah satu media cetak adalah:

Kelebihan koran:

  1. Koran memberikan cakupan lengak dan tidak dibatasi pada kelompok sosioekonomi atau demografis tertentu- hampir semua orang membaca koran
  2. Perikalanan koran dapat dilakukan dengan cara cepat. Waktu dan tampilan singkat memungkinkan para periklanan mengaitkan materi iklan dengan perkembangan pasar lokal, sehingga hasilnya lebih responsif.
  3. Iklan dapat dengan cepat dan mudah diubah.
  4. Koran menarik mereka yang telah berminat untuk membaca, jadi koran memberikan khalayak sekaligus ruang bagi materi panjang dan terinci,                                                                                   termasuk daftar produk dan harga
  5. Edisi khusus meungkinkan penargetan secara cepat.
  6. Kebanyakan koran ditargetakan secara geografis.
Kekurangan koran:

a. Koran tidak memiliki usia bacab. Pengiklanan nasional harus melakukan penanganan terpisah terhadap setiap penerbit koran.c. Terdapat pula variasi besar dalam kualitas cetak dan warna dalam berbagai korand. Serupa dengan periklanan majalah, banyak iklan koran harus muncul di tengah-tengah kepadatan iklan lain

Media penyiaran sendiri dibagi atas dua jenis, yaitu media penyiaran televisi serta media penyiaran radio

A. Media Penyiaran Televisi

Karaktristik Media Televisi:

- Memberikan kesan yang realistik
- Media hiburan yang populer
- Adanya atau Pengulangan
- ideal untuk pedagang eceran
- Akan lebih maksimal dengan dukungan media lain. 
- Audiovisual
- Berfikir dalam gambar
- Pengoprasian yang lebih komplex

Kelebihan Media Televisi:

  1. Metode biaya per seribu televisi cukup efisien.
  2. Televisi memungkinkan demonstrasi produk atau jasa.
  3. Televisi gampang beradapatasi, memungkinkan adanya kombinasi suara, warna dan gerakan.
  4. Sulit bagi para pemirsa untuk mengalihkan pandangan dari sebuah komersial.
Kelemahan Media Televisi:

  1. Biaya absolut untuk memproduksi dan menayangkan komersial telah menjadi demikian tinggi.
  2. Dengan penemuan remote control, mempercepat pemirsa meindahkan saluran dan memeprcepat iklan
  3. Meningkatnya penggunaan pengumumna promosi oleh jaringan untuk merangsang pemirsa melihat program yang gencar dipromosikan serta meningkatnya komersial pendek.
  4. Menjangkau pemirsa secara masal
  5. keterbatasan durasi dan materi
  6. Pembuatan iklan relatif lama
  7. Jika terlalu banyak repetisi cenderung membosankan
Berbagai media tv yang dapat dipilih meliputi: tv satelit, tv kabel, dan tv digital (*lihat artikel sebelumnya mengenai tv digital)

B. Media Penyiaran Radio

Karakteristik Media Penyiaran Radio:

- Waktu transmisi yang tidak terbatas
- lebih interaktif dengan suara santai saat mendengar radio daripada membaca koran atau majalah
- Radio menjadi teman setia pendengar
- Emosi pesan disesuaikan dengan regional tertentu
- Dapat membeli jan siar tertentu sehingga bisa beriklan lebih maksimal
- Auditori
-Radio is the now
-Imajinatif
-Menjaga Mobilitas
Kelebihan Media Radio:


  1. Radio bersifat luwes. Iklan dapat diudarakan hampir kapanpun diinginkan dan hanya memerlukan perhatian awal yang singkat.
  2. Komersial radio juga tidak mahal untuk diproduksi.
  3. Radio dapat menjangkau khalayak spesifik (khusus), seperti kaum pria, kaum wanita, orang lanjut usia, dan pasar etnik.

Kekurangan Media Radio:

  1. Khalayak dapat mempengaruhi kepemilikan minoritas dari stasiun radio.
  2. Radio hanyalah sebuah media yang didengarkan, dan para pendengar tidak dapat melihat produk yang diiklankan.
  3. Tingginya fragmentasi khalayak yang terjadi karena banyaknya jumlah stasiun.
*Materi ini diambil berdasarkan buku Prinsip-prinsip Periklanan dalam Perspektif Global, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, dan pembelajaran dikelas.

tv lokal

i mmenunjukkan bahwa TV lokal cukup beratmempertahankan eksistensinya bersaing dengan TV nasional. Saran yang dapat disampaikanuntuk mempertahankan atau menaikkan eksistensi TV lokal adalah sebagai berikut:1. Menayangkan program yang lebih bervariasi sesuai dengan keragaman karakter yang dimiliki pemirsa. Misalnya berdasarkan usia pemirsa, stasiun TV lokal sebaiknya tidak hanya menyajikan tayangan-tayangan untuk kalangan dewasa dan orang tua, tetapi juga program-program lokal untuk anak muda, sehingga dapat menjaring pemirsa usia remaja.2. Mengadakan atau memproduksi program yang melibatkan partisipasi masyarakat lokal, misalnya mengadakan acara di suatu wilayah di luar studio atau stasiun televisi, sehingga dapat memperoleh apresiasi dari masyarakat yang terlibat atau menonton.3. Mengadakan suatu penelitian atau kajian pada khalayak pemirsa, untuk dapat lebih mengetahui keinginan khalayak terhadap tayangan televisi lokal.4. Bekerja sama dengan TV nasional untuk memproduksi program-program siaran atau menjadi anggota jaringan dari TV nasional yang bermaksud mengembangkan jangkauan jaringannya. 20

DAFTAR PUSTAKA Bambang P. Djatmiko Meraup Untung dari Belanja Iklan, Harian Bisnis (2010) Indonesia Edisi Rabu 15 Desember 2010, Jakarta Moh. Nazir, Ph.D Metode Penelitian, Penerbit Ghalia, Indonesia, Bogor (2009) R. Fitriana Belanja Iklan Diprediksi Rp. 31,5 Triliun, Harian Bisnis (2010) Indonesia Edisi Kamis, 12 Agustus 2010, Jakarta _______________ Asia Pacific Pay-TV & Broadband Markets 2010 The (2010) Authoritative Guide to the Future of Broadband Digital Content, Distribution & Technology in Asia, Go Beyond Borders, Media Partners Asia, Hongkong _______________ Mudahkah Melakukan Survei Kepemirsaan Televisi?, AGB Nielsen Media Research Indonesia, Jakarta _______________ Public Expose, PT. Media Nusantara Citra, Tbk., Jakarta (2010)Situs Internet http://wong168.wordpress.com/2010/06/16/10- stasiun-tv-swasta-pertama-indonesia/ . 10 Stasiun TV Swasta Pertama di Indonesia 21

Jumat, 12 Desember 2014

Subyek dan Obyek Kajian Ilmu informasi



Subyek dan Obyek Kajian Ilmu informasi

·         Informasi di perlukan mencakup pengolahandan pemahaman kongnitif. Hal itu berasal dari interaksi antara struktur kongnitif. Yaitu pikiran dan teks. Informasi dalah sesuatu yang mempengaruhi atau mengubah status pikiran dalam konteks ilmu informasi, informasi disalurkan melalui media teks, dokumen, atau cantuman artinya apa yang di pahami seseorang pembaca dari teks atau dokumen ada yang mengatakan informasi dalaam arti luas mencakup juga tanda (sing) sinyal dan symbol
 
Ada yang mencoba Memahami Informasi dalam rangkaian Informasi sbb: 
 Peristiwa Data
Informasi 
Pengetahuan 
Kearifan 

Informasi Dalam Artian Paling Luas 
  informasi diperlukan dalam konteks artinya informasi tidak hanya bermakna berita yang diolah secara kongnitif melainkan juga di kaitkan dalam konteks situasi tugas masalah yang di hadapi dll contoh arti paling luas ialah menggunakan informasi yang telah diolah untuk menyesuaikan sebuah tugas 

Sarcevic mengatakan informasi dalam pengertian kegiatan yang akan di gunakan dalam ilmu informasi karena informasi didunakan dalam konteks,misalnya dalam temu balik informasi. hal serupa juga di temukan oleh Werisg dan Neveling  (1975) serta  Belkin & poberston (1976) 


Pengertian dan Pendekatan Sistem (Sistem Appoapoarch)

  •  Pendekatan sisitem merupakan metode berpikir sinetik yang ditrerapkan pada masalah yang merupakan suatu sistem, sedangkan yang di maksud dengan mode berpikir sinetik, yaitu mode berpikir yang didasarkan atas doktrin ekspansionisme. Doktrin ekspansiunisme adalah cara meninjau suatu benda hal sebagai bagian dari keseluruhan yang besar.
 Pengertian Suatu System
    
    Sistem merupakan jumlah keseluruhan dari bagiannya yang saling berkerja bersama untuk mencapai hasil yang diharapokan berdasarkan atas kebutuhan yang telah di temukan setiap sistem pasti mempunyai tujuan dan semua kegiatan dari komponen-komponen di arahkan untuk menuju tercapainnya tujuan tersebut.

contoh : pemerintahan
             sekolah
             pendidikan

Dua unsur suatu system:
   Input (masukan) sumber, biaya, personal
   Output (keluaran) produk atau keuntungan

Adapun Pendekatan Pengembangan System Appoarch yaitu:
Pendekatan system
Total system Apppoarch
Modular Appoarch
Great Roop Appoarch
Evolution Appoarch

Pendekatan Klasik
Pendekatan terstruktur
Bottom-up Appoarch
Top Down Appoach
pendekatan sepotong

classic Appoarch
    Dikenal dengan pendekatan traditional (traditional appoach) atau conventional appoarch metode tersebut mengembangkan system dengan mengikuti tahapan-tahapan pada sistem like cycle pendekatan tersebut menekankan bahwa pengembangan akan berhasil apabila mengikuti tahap lake cycle

Structured Appoarch
    pendekatan tersebut dilengkapi dengan alat-alat (tools) dan tekhnik-tekhnik mayang dibutuhkan dalam pengembangan sistem sehingga menghasilkan sistem yang strukturnya didefinisikan dengan baik danbenar. Struktur Appoarch tersebut banyak diperkenalkan dalam buku-buku maupun di perusahaan-perusahaan konsultan.

Bottom up Appoarch
 pendeklatan tersebut dimulai level dari bawah organisasi yaitu level operasional tranksaksi dilakukan pendekatan ini dimulai dari perumusan kebutuhan-kebutuhan mengenai tranksaksi dan naik ke level atas dengan merumuskan  atas kebutuhan-kebutuhan informasi berdasarkan tranksaksi tersebut.
ciri-cirinya yaitu: pendekatan kelasik pendekatan dari bawqah ke atas bila digunakan pada tahap analisis systm tersebut juga dengan data analisis,karena yang menjadi tekanan adalah data yang akan di olah terlebih dahulu informasi yang akan dihasilkan menyusul mengikuti datanya.

Top Down Appoarch
  yaitu kebalikan dari level botto up appoarch. level tersebut dimulai dengan perencanaan startegi selanjutnyamndefinisikan sasaran dan kebijakdsnan organisasi selanjutnya yaitu Analisis kebutuhan informasi dan kemudian. Turun ke proses Tranksaksi yaitu: penentuan Output, Intput basis data prosedur-prosedur proses kontrol
ciri-ciri tersebut juga sering di sebut dengan decision analys

Plecemeal Appoarch
 pengembangan yang menekankan pada suatu kegiatan atau aplikasi tertentu tanpa memperhatikan posisinya di didtem informasi atau tidak memprhatikan organisasi secara global.

Total sytem Apooartch
pendekatan pengembagangan sistem serentak secara menyeluruh sehingga m enjadi sulit untuk di kembangkan (ciri klasik) pendekatan

System Appoarch
memperhatikan system informasi sebagai satu kesatuan terintergrasi untuk masing-masingh kegiatan atau aplikasi dan menekankan sasaran organisasi secara Global.   

Kamis, 11 Desember 2014

sejarah ilmu informasi dan tunjuan ilmu ilmu informasiu

Pada tahun  1950 muncul istilah sain informasi mencakup pengertian informasi yang dihasilkan oleh berbagai penelitian yang memerlukan pencatatan, pengolahan, penyebaran dan penggunaan informasi tersebut. Inilah awal kebangkitan era informasi society atau masyarakat terinformasi di Amerika Serikat yang berarti tenaga kerja yang bergerak dibidang jasa informasi lebih banyak dari pada yang bekerja di bidang industrial.
            Pada tahun 1959 (akhir  50-an) muncullah matakuliah computer and information science di Moore School of Electrical Engenering University of Fensi Venia.
Menurut Machlup dan Mensvill  ada 4 pengertian utama tentang ilmu informasi.
1.      Setiap disiplin ilmu yang mengkaji informasi sebagai salah satu objek studinya. Pengertian ini mencakup informasi science (ilmu-ilmu informasi). Dalam konteks ini ilmu informasi tidak memerlukan paradigm tunggal. Tidak ada penelitian yang mencakup semuanya. Seperti ilmu informatika, koqnitif, perpustakaan, computer dan lain-lain.
2.      Setiap fenomena yang menyangkut computer sebagai alat informasi atau alat yang menjadi utamanya adalah computer yang terdiri dari perangkat keras dan lunak. Pengertian ini dikenal dengan computer and information science.
3.      Informasi dalam penerapan teknologi baru khususnya teknologi informasi seperti computer yang diterapkan didunia perpustakaan dalam pengadaan, pencatatan dan pengolahan koleksi perpustakaan. Pebngertian ini   dikenal dengan istilah Library and Information Science.
4.      Bidang kajian baru yang merupakan gabungan dari tiga diatas. Dalam konteks ilmu informasi mengkaji pencetusan informasi, pengolahan dan temu kembali informasi atau information.
 

definisi informasi, jenis informasi dan kegunaanya

Informasi  adalah data yang telah diberi makna. Sebagai contoh, dokumen berbentuk spreadsheet (Ms.Excel) sering digunakan untuk membuat informasi dari data yang ada didalamnya. Laporan laba rugi dan neraca merupakan salah satu bentuk informasi, sedangkan angka yang terdapat didalamnya adalah data yang telah diproses sehingga menjadi berguna bagi siapa saja yang menggunakannnya.

enis-jenis informasi:
Berdasar penyampaian:

  1. Informasi yang disediakan secara berkala
  2. Informasi yang disediakan secara tiba-tiba
  3. Informasi yang disediakan setiap saat
  4. Informasi yang dikecualikan
  5. Informasi yang diperoleh berdasarkan permintaan

Berdasar kegunaan:


  1. Informasi yang menambah pengetahuan, misalnya: peristiwa-peristiwa, pendidikan, kegiatan selebritis.
  2. Informasi yang mengajari pembaca (informasi edukatif), misalnya makalah yang berisi tentang cara berternak itik, artikel tentang cara membina persahabatan, dan lain-lain. 
  3. Informasi berdasarkan format penyajian, yaitu informasi yang dibedakan berdasarkan bentuk penyajian informasinya. Misalnya: informasi dalam bentuk tulisan (berita, artikel, esai, resensi, kolom, tajuk rencana, dll),


Ciri-ciri sebuah informasi:


  • Terbaru,
  • Tepat waktu,
  • Relevan,
  • Konsisten.
Sedangkan untuk fungsi, Informasi memiliki beberapa macam fungsi, diantaranya:
  • Meningkatkan pengetahuan atau kemampuan pengguna,
  • Mengurangi ketidakpastian dalam proses pengambilan keputusan,
  • Menggambarkan keadaan sesuatu hal atau peristiwa yang terjadi.

Komunikasi antar budaya

  • Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang atau sebuah kelompok, dan masyarakat, menggunakan informasi agar terhubung dengan lingkungan dan orang lain. Pada umumnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau verbal yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak.Komunikasi atau communicaton berasal dari bahasa Latin communis yang berarti ‘sama’. Communico, communicatio atau communicare yang berarti membuat sama (make to common).
  •  Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.


    Bagaimana Budaya mempengaruhi Komunikasi?
    Porter dan Samovar (1993:26) menyatakan bahwa hubungan reciprocal (timbal balik) antara budaya dan komunikasi penting untuk dipahami bila ingin mempelajari komunikasi antarbudaya secara mendalam. Hal ini terjadi karena melalui budayalah orang-orang dapat belajar berkomunikasi.
    Selanjutnya Porter dan Samovar kembali menegaskan, kemiripan budaya dalam persepsi akan memungkinkan pemberian makna yang cenderung mirip pula terhadap suatu realitas sosial atau peristiwa tertentu. Sebagaimana kita memiliki latar belakang budaya yang berbeda-beda maka dengan sendirinya akan mempengaruhi cara dan praktek berkomunikasi kita.
    Banyak aspek/unsur dari budaya yang dapat mempengaruhi perilaku komunikasi seseorang. Pengaruh tersebut muncul melalui suatu proses persepsi dan pemaknaan suatu realitas.
    Berikut kita akan membicarakan beberapa unsur sosial budaya sebagai bagian dari komunikasi antarbudaya, yang dapat berpengaruh secara langsung terhadap makna-makna yang kita bangun dalam persepsi kita sehingga mempengaruhi perilaku komunikasi kita (Porter dan Samovar, 2003:28-32).
  • Sistem kepercayaan (belief), nilai (values), dan sikap (attitude).
Mari kita tinjau satu per satu.  Kepercayaan dalam pandangan Mulyana (2004) adalah suatu persepsi pribadi. Kepercayaan merujuk pada pandangan dimana sesuatu memiliki ciri-ciri atau kualitas tertentu, tidak peduli apakah sesuatu itu dapat dibuktikan secara empiris (logis) atau tidak. Berikut dicontohkan Mulyana:
  • Berdoa membantu menyembuhkan penyakit.
  • Bersiul di malam hari mengundang setan, terutama di tempat ibadah.
  • Menabrak kucing hitam akan membawa kemalangan.
  • Angka 9 adalah angka keberuntungan, dll.
Hal senada juga disampaikan Porter dan Samovar, kepercayaan merupakan kemungkinan-kemungkinan subyektif yang diyakini individu bahwa suatu obyek atau peristiwa memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Kepercayaan melibatkan hubungan antara objek yang dipercayai dan karakteristik-karakteristik yang membedakannya. Selanjutnya ditegaskan lagi, budaya ternyata memainkan peranan yang sangat kuat dalam pembentukan kepercayaan.
Dalam konteks komunikasi antar budaya, kita tidak bisa memvonis bahwa suatu kepercayaan itu salah dan benar. Bila kita ingin membangun suatu komunikasi yang memuaskan dan sukses maka kita harus menghargai kepercayaan dari lawan bicara kita yang sekalipun apa yang dipercayainya itu tidak sesuai dengan apa yang kita percayai.
Sementara nilai-nilai dijelaskan Porter dan Samovar sebagai aspek evaluatif dari sistem-sistem kepercayaan. Dimensi evaluatif dari nilai-nilai ini meliputi kualitas kemanfaatan, kebaikan, estetika, kemampuan memuaskan kebutuhan dan kesenangan.
Dalam pandangan Mulyana (2004:43), nilai merupakan kepercayaan yang relatif bertahan lama akan suatu benda, peristiwa, dan fenomena berdasarkan kriteria tertentu.
Nilai-nilai budaya tersebut kemudian dipakai oleh seseorang menjadi rujukan dalam mempersepsi apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan yang salah, sejati dan palsu, positif dan negatif, dll. Nilai-nilai rujukan ini kemudian akan mempengaruhi perilaku komunikasi seseorang sehingga dapat membedakan atau mentaati perilaku yang mana yang harus dilakukan dan perilaku komunikasi yang seperti apa yang harus dihindari (Porter dan Samovar, 1993:29).
Nilai-nilai dalam suatu budaya tampak dalam bentuk perilaku-perilaku para anggota budaya sebagaimana dituntut atau disyaratkan oleh budaya yang bersangkutan. Misalnya, umat muslim dituntut untuk menjalankan ibadah puasa dalam bulan Ramadhan, umat katholik dituntut untuk menghadiri misa, dsb. Nilai-nilai ini disebut oleh Porter dan Samovar sebagai nilai-nilai normatif.
Selanjutnya, kepercayaan dan nilai ini berkontribusi pada pengembangan sikap. Sikap dalam pandangan Porter dan Samovar dipahami sebagai suatu kecenderungan yang diperoleh dengan cara belajar untuk merespons suatu objek atau realitas secara konsisten. Sikap tersebut dipelajari dalam suatu konteks budaya.
Kepercayaan dan nilai-nilai yang kita anut sehubungan dengan suatu objek akan mempengaruhi sikap kita terhadap objek tersebut. Misalnya, jika kita percaya bahwa mandi malam tidak baik untuk kesehatan tubuh, maka kita akan menghindari untuk mandi malam.
  1. Pandangan dunia (world view)
Unsur sosial budaya kedua yang mempengaruhi persepsi kita terhadap suatu objek atau realitas dan akhirnya mempengaruhi perilaku komunikasi yakni pandangan dunia. Menurut Porter dan Samovar (1993:30), pandangan dunia merupakan salah satu unsur terpenting dalam aspek-aspek perseptual komunikasi antarbudaya. Pandangan dunia berkaitan erat dengan orientasi suatu budaya terhadap hal-hal seperti Tuhan, kemanusiaan, alam semesta, dll.
Deddy Mulyana (2004:32-4) kemudian menegaskan, pandangan dunia mempengaruhi pemaknaan suatu pesan. Sebagai salah satu unsur budaya, jelas bahwa pandangan dunia mempengaruhi komunikasi kita dengan orang lain. Dicontohkan Mulyana, karena kepercayaan seseorang yang teguh akan agamanya maka akan mendorongnya untuk bertindak hati-hati, tidak berbohong, menghina atau memfitnah orang lain, karena meyakini semua tindakan komunikasinya itu kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan.
Menurut Mulyana, salah satu kategori pandangan dunia adalah agama.  Hal ini terjadi karena agama lazimnya terdapat ajaran mengenai bagaimana seharusnya manusia berhubungan dengan dirinya sendiri, orang lain, alam semesta, dan Tuhan.
  1. Organisasi sosial (social organization)
Porter dan Samovar (1993:31-32) berpendapat, cara bagaimana suatu budaya mengorganisasikan dirinya dan lembaga-lembaganya juga mempengaruhi bagaimana anggota-anggota budaya mempersepsi dunia dan bagaimana mereka berkomunikasi.
Menurut Porter dan Samovar, ada dua institusi atau organisasi sosial yang berperanan penting dalam kaitannya dengan persepsi. Pertama keluarga, yang meskipun merupakan organisasi sosial terkecil dalam suatu budaya, ia juga mempunyai pengaruh penting. Keluarga memberi banyak pengaruh budaya kepada anak. Keluargalah yang membimbing anak dalam menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, mulai dari cara memperoleh kata hingga dialek.
Kedua, sekolah dimana diberi tanggung jawab besar  untuk mewariskan dan memelihara suatu budaya. Sekolah memelihara budaya dengan cara memberitahu murid tentang apa yang telah terjadi di dunia sekitar, apa yang penting, dan apa yang harus diketahui sebagai anggota dari suatu komunitas budaya.
Bagaimana Komunikasi mempengaruhi Budaya?
Martin dan Nakayama (2004:97-99) mengulas bagaimana komunikasi mempengaruhi budaya. Dijelaskan, bahwa budaya tidak akan bisa terbentuk tanpa komunikasi. Pola-pola komunikasi yang tentunya sesuai dengan latar belakang dan nilai-nilai budaya akan menggambarkan identitas budaya seseorang.
Contoh yang paling sederhana, Wilibrodus, seorang mahasiswa yang berasal dari Manggarai berbicang-bincang dengan Andre dari suku Rote. Dialek yang terdengar baik dari Wilibrodus maupun Andre tersebut setidaknya mencerminkan identitas budaya masing-masing. Dari dialek Manggarai yang disampaikan Wilibrodus setidaknya memberi gambaran bahwa ia adalah seorang anggota dari komunitas budaya Manggarai. Begitu pun dengan Andre.
Jadi jelaslah bahwa perilaku-perilaku komunikasi yang sudah terbangun dan terpola sedemikian rupa sehingga melahirkan suatu kharakteristik yang khas akan membentuk suatu kebiasaan/budaya komunikasi bagi suatu komunitas budaya tertentu. Singkatnya, aktivitas komunikasi dari seorang anggota budaya dapat merepresentasikan kepercayaan, nilai, sikap dan bahkan pandangan dunia dari budayanya itu. Selain itu, melalui komunikasi dapat pula memperkuat nilai-nilai dasar dan esensial suatu budaya.

Rabu, 10 Desember 2014

makalah ku

BAB I
PENDAHULUAN
           
Perpustakaan merupakan tempat bagi seseorang untuk dapat memperoleh berbagai macam pengetahuan dalam bentuk buku, karena buku berfungsi sebagai the window of the world. Muncul fenomena bahwa perpustakaan sepi pengunjung dari kalangan menengah ke bawah membuat perpustakaan seperti sebuah gudang ilmu pengetahuan yang hanya bisa diakses oleh kalangan terdidik saja. Perpustakaan yang ideal adalah yang mampu berangkat dari kearifan lokal seperti contohnya budaya nongkrong di angkringan yang menyiratkan budaya kebersamaan, keterbukaan serta kesetaraan antar pengunjung.






























BAB II
PEMBAHASAN
A. Memberi Arti Perpustakaan Ideal
            Perpustakaan adalah tempat seseorang dapat menyantap berbagai macam hidangan pengetahuan dalam bentuk buku. Buku sebagai the window of the world memungkinkan pembacanya menyusuri tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi dan bahkan merasakan lezatnya ilmu pengetahuan. Perpustakaan layaknya sebuah bangunan meyimpan artefak-artefak sejarah masa silam yang bisa dijadikan bahan pelajaran bagi manusia yang hidup di zaman sekarang. Namun kita dapat melihat bahwa kenyataan di lapangan menunjukkan sepinya perpustakaan dari pengunjung. Berbagai fasilitas sudah disediakan oleh perpustakaan guna mempermudah layanan dan mempernyaman pengunjung. Hot-spot area, AC, sistem digitalisasi, dan aneka layanan lainnya mencoba untuk memberikan pelayanan maksimal bagi pengunjung. Namun, tetap saja pengunjung di perpustakaan dari hari ke hari tidak menunjukkan perubahan yang signifikan. Kalaupun terjadi peningkatan jumlah pengunjung perpustakaan, tetap saja pengunjung itu masih berkisar antara mahasiswa, pelajar serta kaum akademisi lainnya, baik itu dosen maupun peneliti. Jarang kita melihat adanya rakyat kecil seperti tukang becak, buruh gendong, sopir angkot, tukang parkir atau golongan rakyat kecil lainnya yang mendekati bangunan yang syarat ilmu pengetahuan tersebut.
                Menciptakan perpustakaan ideal memanglah tidak mudah, karena sejatinya bukan faktor eksternal atau fasilitas yang menentukan ideal dan ramainya sebuah perpustakaan, tetapi internal factor atau ruh perpustakaanlah yang membuat idealnya suatu perpustakaan dapat tercapai. Tidak dinafikkan bila factor kelengkapan buku, fasilitas AC, digitalisasi, hot spot dan aneka kenyamanan lainnya juga dibutuhkan dalam sebuah perpustakaan. Namun lebih dari itu, suasana nyaman, akrab, lumer, egaliter, serta diskusi hangat antar pengunjung yang terjadi setelah aktifitas membaca buku atau penulis sebut dengan internal factor lebih dibutuhkan guna membuat perpustakaan layaknya rumah sendiri yang membuat pengunjung merasa betah dan nyaman.

Perpustakaan ideal di sini adalah perpustakaan yang membuat rasa nyaman dan betah pengunjungnya menikmati santapan bacaan di ruang yang memungkinkan terjadinya diskusi yang penuh dengan keterbukaan, kesetaraan dan keinklusifan yang merakyat, dengan harapan munculnya suatu solusi dari diskusi yang terjadi. Perasaan nyaman dan betah di perpustakaan ini dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya suasana akrab, terbuka, penuh kejujuran, egaliter dan inklusif. Interaksi komunikasi juga dibutuhkan antara pengunjung yang satu dengan yang lainnya agar tercipta suasana yang nyaman dan terbuka ruang diskusi yang cukup lebar. Hal ini senada dengan teori tindakan komunikatif (communicative action) karya Jurgen Habermas dalam ilmu perpustakaan dan informasi.

Teori Habermas ini tentu saja sangat dipengaruhi pandangan Teori Kritis atau Sekolah Frankfurt yang menolak positivisme dan anti-kemapanan yang dibangun oleh ilmu-ilmu positivis. Pada intinya, teori tindakan komunikatif menyatakan adanya situasi ideal (ideal speech situation) yang memungkinkan manusia melakukan komunikasi secara terbuka dan setara sebagai basis bagi terciptanya kesungguhan (sincerity), kejujuran (truthfulness) dan interaksi yang intelektual (intelligibility) . Selain itu, perpustakaan yang baik adalah perpustakaan yang mampu memberikan ruang bagi terciptanya public sphere yang sehat.  Public Sphere atau ruang publik merupakan salah satu hak dasar individu maupun masyarakat untuk mengekpresikan kebutuhan dan kepentingannya menyangkut isu-isu politik, pembangunan, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain. Pelaksanaan ruang publik merupakan tanda telah terbentuknya masyarakat madani, di mana setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk bicara, mengemukakan pendapat, serta menolak dominasi. Public sphere di sini haruslah terbebas dari pengaruh negara, pasar, ownership, maupun oleh hegemoni yang lainnya. Setiap orang dalam ruang publik mempunyai hak yang sama untuk bertukar informasi.

B. Konsep Perpustakaan Menurut Ahli

konsep public sphere pada awalnya bermula dari sebuah esai Jurgen Habermas pada tahun 1962 berjudul The Structural Transformation of The Public Sphere. Dalam esai tersebut, Habermas melihat perkembangan wilayah sosial yang bebas dari sensor dan dominasi. Wilayah itu disebutnya sebagai “Public Sphere”, yakni semua wilayah yang memungkinkan kehidupan sosial kita untuk membentuk opini publik yang relatif bebas. Public sphere yang merujuk pada Habermas, diartikan juga sebagai bagian dari kehidupan sosial kita, di mana opini publik atau sesuatu yang mendekati opini publik bisa terbentuk.

Ruang publik yang dimaksud Habermas bukanlah prinsip yang abstrak melainkan sebuah konsep yang praktis. Hal ini terlihat dari fenomena obrolan di coffe house (Inggris) abad 18, salon (Prancis) dan tichgesllschaften (Jerman) yang dianggap Habermas sebagai ruang publik. Disitulah forum yang ideal tempat berbagai gagasan didiskusikan secara terbuka. Komentar-komentar yang ada dalam berbagai pemberitaan diperdebatkan. Pada akhirnya, opini yang tercipta mampu mengubah berbagai bentuk hubungan dan struktur sosial kemasyarakatan baik di kalangan kaum aristrokrasi maupun lingkungan bisnis pada umumnya kala itu. Ruang publik seperti ini memungkinkan untuk terbebasnya diri dari pengaruh kekuasaan manapun.

Di Indonesia misalnya, kita mengenal komunitas angkringan yang ramai setiap malam di kota Yogyakarta.  Angkringan adalah warung tenda kecil dan sederhana yang banyak dijumpai di daerah Jogja dan sekitarnya. Sekarang angkringan pun telah merambah ke kota besar seperti Jakarta dan sekitarnya. Angkringan merupakan tempat nongkrong rakyat kecil yang menyuguhkan hidangan spesialnya yaitu sego kucing (nasi kucing) dan aneka makanan serta minuman khasnya. Penerangan lampu yang remang-remang pun juga menjadi bagian dari ciri khas angkringan. Angkringan merupakan tempat favorit masyakarakat utamanya wong cilik guna memuaskan hasrat lapar dengan harga terjangkau dan sebagai sarana sosialisasi dan diskusi yang cukup hangat bagi masyarakat. Angkringan di sini, menjadi salah satu tempat di mana public sphere terbentuk dengan baik. Sambil menikmati hidangan khas sego kucing dan wedang jahe, berbagai obrolan mulai dari politik, keamanan, ekonomi sampai isu-isu privat seseorang seperti kasus tetangga yang bercerai sekalipun, menjadi bahan obrolan yang mengalir di sini. Hal yang perlu digarisbawahi dalam konsep public sphere ala Habermas ini ialah orang-orang yang terlibat di dalam public sphere tersebut, seperti dalam komunitas angkringan, mereka memelihara suatu bentuk hubungan sosial yang jauh dari persyaratan kesamaan status, semua boleh terlibat tanpa membedakan status sosialnya.

Bertalian dengan teori tindakan komunikatif milik Habermas juga, yang menyatakan bahwa harus ada situasi ideal (ideal speech situation) yang memungkinkan manusia melakukan komunikasi secara terbuka dan setara sebagai basis bagi terciptanya kesungguhan (sincerity), kejujuran (truthfulness) dan interaksi yang intelektual (intelligibility), maka di tempat yang bernama angkringanlah situasi ideal itu terpenuhi. Di angkringan, komunikasi secara terbuka, setara dan cair dapat tercipta dengan mudahnya. Dari komunikasi yang terbuka dan setara inilah, maka muncul kejujuran antar pelaku komunikasi yang bersangkutan.

Merakyat juga menjadi kata kunci bagi idealnya sebuah perpustakaan. Perpustakaan yang ideal harus mampu berangkat dari kearifan lokal. Kearifan lokal berupa budaya nongkrong di angkringan sejatinya menyiratkan budaya kebersamaan, keterbukaan serta kesetaraan antar pengunjung. Dari sinilah angkringan berpotensi untuk dibentuk menjadi angkringan buku, yang selain menyediakan hidangan khas, obrolan khas, juga ditambah dengan buku-buku yang mampu menambah ilmu pengetahuan bagi pengunjung angkringan dan memungkinkan diskusi yang lebih sehat di komunitas angkringan tersebut.
Angkringan Buku: Sebuah Bentuk Metamorfosis Angkringan Reguler
C. Perpustakaan Yang Lebih Santai Dan Bersahabat Dimata Pengujung
Perpustakaan yang ada selama ini masih menunjukkan bentuk formal yang kaku dan belum familiar bagi sebagian orang awam atau golongan umum (selain pelajar, mahasiswa, dan kalangan terdidik lainnya). Suasana perpustakaan yang ditunjang dengan berbagai fasilitas yang lengkap, tidak serta merta membuat perpustakaan layaknya mall yang ramai dikunjungi masyarakat. Perpustakaan masih cenderung tergambar di benak masyarakat sebagai tempat yang belum sepenuhnya merakyat. Suasana individualis masih jelas tercium aromanya di ruangan yang bernama perpustakaan. Hanya kalangan intelektual saja, seperti pelajar, mahasiswa, dosen, guru, pegawai atau peneliti saja yang karena tuntutan pekerjaan membuat mereka berusaha berlama-lama membetahkan diri berada di ruangan perpustakaan. Kalaupun ada pengunjung dari kalangan umum yang benar-benar hobi dan murni membaca dan berniat sungguh-sungguh mengunjungi perpustakaaan guna mencari ilmu, jumlahnya tentu dapat dihitung dengan jari.

Kebanyakan masyarakat umum lebih memilih untuk bekerja atau nongkrong dan makan di tempat yang bernama angkringan. Angkringan sendiri berasal dari kata angkring atau nangkring yang artinya duduk santai . Angkringan merupakan sebuah warung makanan dan minuman dengan harga yang sangat terjangkau dan berbentuk gerobak yang ditutup dengan terpal atau tenda plastik. Angkringan dilengkapi dengan kursi panjang yang mampu memuat lima sampai delapan orang pembeli. Terkadang empunya warung angkringan menyediakan tikar bila ada pengunjung yang tidak kebagian tempat duduk.

Angkringan bagi sebagian besar rakyat kecil menjadi tempat favorit guna memuaskan hasrat perut yang lapar sekaligus guna mengobrol santai. Suasana akrab dan lumer, terasa khas di angkringan. Angkringan menjadi istimewa karena warga dan interaksi yang terjadi di dalamnya. Angkringan adalah sebuah sistem paling sederhana yang sebenarnya pantas menjadi model untuk hubungan sosial, meskipun tidak bisa mencakup semua aspek. Egaliter atau sederajat adalah ciri khas utama warga angkringan. Public sphere jelas bisa terbentuk dari komunitas angkringan ini. Semua pembeli maupun empunya angkringan tidak akan memperdulikan siapa yang datang ke angkringan. Apabila ada orang yang sudah datang ke angkringan, ia harus siap berbaur tanpa memakai jabatan doktor, insinyur, pengacara, haji, atau yang lainnya. Inilah yang membuat warga angkringan menjadi akrab. Belajar mendengar orang lain sekaligus belajar menyampaikan pendapat pun menjadi aktivitas biasa yang tak membosankan, ditemani hidangan khas angkringan tentunya.

Angkringan adalah tempat orang umum atau wong-wong cilik berkeluh kesah dan ngobrol keadaan negara. Diskusi seru biasanya berlangsung di tempat ini.  Namun satu hal yang menjadi khas dari obrolan mereka yaitu terbuka, apa adanya dan jujur dari hati nurani. Hal ini bertalian dengan teori tindakan komunikasi, di mana harus ada situasi ideal (ideal speech situation) yang memungkinkan manusia melakukan komunikasi secara terbuka dan setara sebagai basis bagi terciptanya kesungguhan (sincerity), kejujuran (truthfulness) dan interaksi yang intelektual (intelligibility). Maka, di tempat yang bernama angkringanlah situasi ideal itu terpenuhi. Di tempat yang bernama angkringan inilah, selain public sphere yang tercipta, suasana ideal juga terasa. Hal ini distimulus oleh komunitas warung angkringan yang tidak membeda-bedakan status dan kedudukan. Karena itulah, tidak heran bila dari komunikasi yang terbuka dan setara di angkringan, muncullah kejujuran antar pelaku komunikasi yang ada di angkringan.

Pada tataran ini, para pengunjung angkringan secara terbuka membicarakan isu-isu publik hingga privat. Mereka biasa curhat atau menyampaikan keluh kesahnya sampai jam 3 pagi sekalipun. Public sphere yang terbentuk di angkringan ini bersifat inklusif. Para peserta diskusi senantiasa mengaitkan dengan kepentingan masyarakat yang lebih luas dan obyek yang didiskusikan dapat diakses oleh siapa saja, dengan demikian fungsi publik (dalam hal ini sekelompok orang yang berdiskusi di angkringan) adalah pendidik. Pembicaraan mengenai banyak hal inilah yang kemudian membuka jarak sosial dan terkesan lebih merakyat.

Di sinilah letak public sphere yang terlihat kental dari warga masyarakat yang bergabung di angkringan. Tak ada jarak antara satu pembeli dengan pembeli yang lain, antara penjual angkringan dengan pembeli, semua berbaur menjadi satu. Suasana akrab dan menyenangkan menyeruak begitu bergabung dengan komunitas yang satu ini. Diskusi-diskusi yang hangat segera dimulai begitu pembeli memadati area angkringan yang tidak begitu luas dan dihiasi lampu yang remang-remang. Aneka diskusi mulai dari diskusi ringan hingga diskusi berat dilontarkan dan saling ditimpali oleh pembeli ataupun penjual di angkringan tersebut.

Melihat hal tersebut di atas, tentu ada peluang yang baik guna memasyarakatkan budaya membaca sekaligus guna menciptakan perpustakaan ideal bagi komunitas pengunjung angkringan. Angkringan buku dinilai mampu membuat suasana angkringan lebih ramai dan hangat. Diskusi yang berlangsung pun bisa lebih sehat, karena pengunjung bisa langsung membaca sumber dari buku sehingga tidak terjebak pada diskusi kusir yang hanya menuruti ego masing-masing tanpa dasar yang jelas.

Hidangan berupa sego kucing, wedang jahe, sate telur puyuh, tempe mendoan dan aneka sajian lainnya akan lebih terasa lengkap bila, ditambahi dengan hidangan koleksi buku-buku bermutu, surat kabar, majalah, buletin, atau pamflet. Hal ini penting guna melengkapi pengetahuan pengunjung angkringan. Sehingga sajian di angkringan tidak hanya melulu makanan dan minuman, namun juga ada sajian pengetahuan bagi pengunjung angkringan. Bila kemudian para pengunjung setelah membaca buku, surat kabar, majalah, buletin, atau pamflet yang memberitakan tentang tindak korupsi misalnya, kemudian menindaklanjutinya dengan diskusi hangat antar pengunjung, maka public sphere akan tercipta di komunitas angkringan tersebut.

Lebih dari itu diskusi yang terjadi tidak hanya diskusi kusir yang menuruti ego masing-masing person, tapi tetap berdasar pada buku atau surat kabar yang lebih menitikberatkan pada fakta. Akhirnya interaksi intelektual ala Habermas juga bisa dibuka dengan wawasan yang luas melalui buku atau surat kabar yang  disediakan di angkringan. Interaksi antar pengunjung bisa lebih berbobot karena berdasar pada buku bacaan yang ada. Suasana hangat, nyaman, egaliter, inklusif akhirnya juga menjadi daya tarik tersendiri bagi angkringan. Bila kemudian potensi ini dimaksimalkan dengan ditambah fasilitas penyedian buku, surat kabar, majalah, buletin, atau pamflet, maka tentu angkringan tidak hanya menjadi tempat berkeluh kesah tentang kondisi ekonomi atau kondisi negara.

Selain itu, inspirasi maupun solusi dari permasalahan bangsa tersebut bisa lahir dari komunitas agkringan ini, berkat aktifitas membaca buku dan diskusi yang terjadi. Dari sini, terbentuklah model baru perpustakaan yang merakyat yang menjelma dari sebuah angkringan reguler atau angkringan biasa menjadi angkringan yang dilengkapi dengan buku-buku bacaan yang bermanfaat, surat kabar, majalah, buletin, atau pamflet yang disebut dengan angkringan buku yang harapannya menjadi model perpustakaan rakyat yang ideal. Ideal karena mampu meghadirkan ruh perpustakaan, di mana suasana hangat, akrab, egaliter, dan inklusif serta diskusi sehat bersumber bacaan yang sehat dapat tercipta di lingkungan angkringan. Dalam hal ini diharapkan pemaksimalan peran angkringan dapat tercipta.

D. Beberapa Cara Agar Perpustakaan Terlihat Lebih Menarik Dimata User
1.      Menjadikan perpustakaan sebagai tempat nyaman dan aman.
Perpustakaan yang nyaman tentunya membuat pemustaka betah berlama-lama berada di perpustakaan. Nyaman tidak harus mahal dalam artian tidak harus direnovasi menjadi tempat  yang mewah dengan arsitektur yang megah. Cukup dengan penataan yang rapi, ruangan yang bersih, dan pencahayaan yang cukup. Selain itu disediakan ruang baca yang memadai dan  taman yang bisa digunakan sebagai tenpat santai bagi pemustaka. Tidak hanya nyaman, keamanan juga harus dijaga. Barang-barang yang telah ditipkan pengunjung harus dijaga keamanya sehingga pemustaka saat berada di perpustakaan tidak merasa cemas akan barang yang dititipkan kepada petugas.
2.      Selalu memperbarui koleksi yang ada di perpustakaan.
Perpustakaan sebagai sumber informasi harus selalu memperbarui koleksinya, agar tidak tertinggal dengan kemajuan pengetahuaan dan teknologi. Sehingga koleksi yang ada di perpustakaan dapat memberikan informasi yang akurat, tepat waktu dan bermanfaat bagi pemustaka.
3.      Pustakawan yang baik.
Pustakawaan merupakan sarana sumber informasi yang ada di perpustakaan, harus mampu memberikan pelayanan yang baik kepada pemustaka. Pelayanan prima sanharus diterapkan oleh pustakawan karena untuk memberikan kepuasan kepada pemustaka. Pustakawan harus mampu memberikan pelayanan yang baik, senyum dan bersikap ramah, selai itu pustakawan harus mampu menyediakan informasi yang diinginkan oleh pemustaka. Hal ini dilakukan agar pengunjung pustakawan selalu meningkat dan menciptakan citra yang baik.
4.      Media dan saran yang memadai.
Perpustakaan harus menyedian sarana lain dalam mencari sebuah informasi, seperti akses internet dan OPAC. Hal ini dilakukan untuk membantu pemustaka dalam mencari informasi kapan saja dan dimana saja tanpa terkendala waktu dan tempat. Selain itu agar sumber-sumber informasi yang diperoleh pemustaka dapat bertambah banyak dan berasal dari berbagai sumber.

E. Peran Pustakawan Dalam Upaya Membuat Perpustakaan Yang Ideal
            Seperti yang banyak kita ketahui sebelum-sebelumnyaperan pustakawan ini sangatlah penting guna meningkatkan user dan juga menciptakan perpustakaan yang nyaman. Hakikatnya pepustakaan yang nyaman dan idealitu haruslah mempunyai pustakawan yang senantiasa berkerja dengan ikhlas dan bededikasi tinggi terhadap perpustakaan dan juga mempunyai cara yang berkomunikasi yang baik selain itu pustakawan juga harus menerapkan pemahaman 3Syang selalu kita temuidi bank-bankdanpelayananumumlainnya. 3Syang dimaksud tersebut yaitu:senyum, sapa,dan salam.
            Selain itu adapersyaratan pustakawan agar bisamembuat perpustakaan ini terasa lebih nyaman yaitu sebagai berikut
:
1.      Aspek Prfesional
Pustakawan Indonesia berpendidikan formalilmu pengetahuan. Pustakawan juga di tuntut gemar membaca,terampil,kreatif,cerdas,tanggap,berwawasan luas,berorientasi ke depan,mampumenyerap ilmu lain,obyektif(berorientasi pada data), tetapimemerlukan disiplin ilmu dipihaklain, berwawasan lingkungan,mentaati etika profesi pustakawan, mempunyai motivasi tinggi berkarya dibidang pustakawanan dan mampu melaksanakan penelitian serta penyuluhan
2.      Aspek keperibadian dan Perilaku
Pustakawan Indonesia harus bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral Pancasila, mempunyai tanggung jawab sosialdankesetiakawanan,Memiliki Etos kerja yang tinggi,mandiri,loyalitas tinggi terhadap profesi,luwes,komunikasi dan bersikapsuka melayani, ramah dan simpatik, terbuka terhapdapkeritik dan saran, selalu siaga dan tanggap terhadap kemajuan dan perkembangan ilmu tekhnologi berdisiplin tinggi dan menjunjung tinggi etika pustakawan Indonesia.

  















BAB III
Kesimpulan
Menghadirkan ruh perpustakaan yang hangat, nyaman, akrab, setara, terbuka, merakyat, serta menimbulkan ruang public sphere yang dipenuhi diskusi hangat penuh solusi, menjadi sebuah keniscayaan bagi terciptanya perpustakaan yang ideal. Tidak hanya fasilitas yang dikejar, namun lebih kepada substansi adanya perpustakaan yaitu menambah ilmu pengetahuan pembaca sekaligus menghadirkan inspirasi solusi atas masalah yang ada. Angkringan buku sebagai bentuk perpustakaan ideal model baru yang merakyat, akhirnya menjadi kebutuhan kita bersama di tengah kondisi bangsa yang terpuruk akibat masalah yang tak henti-hentinya melanda. Angkringan yang berpotensi menyedot perhatian wong cilik dengan sajiannya yang khas, berpotensi untuk dimaksimalkan perannya menjadi angkringan buku yang dilengkapi sajian buku-buku yang bermanfaat guna menciptakan perpustakaan ideal yang murah meriah dan tanpa modal.




























Dwijaty siti.2006 Upaya Meningkatkan Kualitas JasaLayanan Informasi di perpustakaan. Surabaya Eirlangga
Daftar Pustaka:

Buku:

Benoit, G. 2002. Toward A Critical Theoretic Perspective In Information Systems, dalam The Library Quarterly vol. 72 No. 4.

Boyd-Barret, Oliver.1995. Conceptualizing the Public Sphere, in Oliver Boyd Barret and Chris Newbold, Approach to Media A Reader, New York : Arnold.

Habermas, Jurgen.1993. The Structural Transformation of The Public Sphere An Inquiry into a Category of Bourgeois Society. Translated by Thomas Burger. Cambridge Massachusetts : MIT Press.

Morrow, R.A. dan Brown, D.D. 1994. Critical Theory and Methodology Thousand. Oaks : Sage Publications.
Purwantoro,A. Pembaruan Linguistik Jurgen Habermas dalam Tradisi Teori Kritis, dalam Majalah Filsafat Driyakarya, th.XXIII No. 1.

Supriyanto.2006. Aksentuasi Perpustakaan Dan Pustakawan. Editor: Kosam Rimbarawa dan Supriyanto. Jakarta: Ikatan Pustakawan Indonesia Pengurus Daerah DKI Jakarta.

Trosow, S.E. 2001.Standpoint epistemology as an alternative methodology for library and information science dalam Library Quarterly, vol. 71 no. 3.

Situs:

Budiman, Hikmat. 13 Maret 2004. Kampanye Massal, Ketidakhadiran (Ruang) Publik. Terarsin dalam http://m.infoanda.com/linksfollow.php?li=www.korantempo.com/news/2004/3/13/Opini/52.html. Diunduh pada tanggal 7 Desember 2008 pukul 17.00 WIB.